Thailand berubah menjadi Indonesia, begitu juga sebaliknya



Tulisan ini saya dapatkan di Sydney Morning Herald, salah satu koran terkemuka di Australia,Linknya disini. Tulisannya sudah saya alihbahasakan ke bahasa Indonesia.



Thailand berubah menjadi Indonesia, begitu juga sebaliknya

Orang Thailand gemar menyebut Thailand sebagai tanah penuh senyuman. Dan untuk sementara, setelah kebangkitan demokrasi di tahun 1992, sebutannya ini sepertinya sesuai menjadi semboyan pemerintah.

Demokrasi tumbuh di Thailand. Bahkan ketika Asia mengalami krisis ekonomi di tahun 1997, jenderal-jenderal militer Thailand tetap berdiam di baraknya. Thailand terus tumbuh. Turis-turis membanjiri Thailand dan kaum investor bisa tersenyum karena sudah memetik keuntungan di Thailand.

Sebaliknya di dunia berbeda yang disebut Indonesia, gambarannya sungguh mengerikan, Semboyan Negara, Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua, kelihatannya hanya menjadi sebuah sindiran. Keragaman yang dimaksud hanya disatukan oleh rasa ketakutan terhadap diktator militer, Soeharto. Ketika krisis ekonomi Asia menghantam Indonesia, Soeharto dipaksa turun dari kekuasaannya di tahun 1998 dan gambaran Indonesia semakin lama semakin suram.

Ekonomi Indonesia hancur. Islam bangkit dari tidur panjangnya dan bangkit menurut caranya sendiri. Keragaman Indonesia ditekan oleh hegemoni Islam sebagai agama mayoritas.
Prospek Indonesia menjadi semakin buruk. Teroris membom para wisatawan di tempat tujuan wisata yang Indah di Bali. Sebuah golongan dari Islam Indonesia sepertinya tumbuh menjadi virus baru untuk membuat islam menjadi lebih keras dan ekstremis. Investor memberikan label hitam pada Negara ini

Jika Thailand disebut-sebut sebagai cahaya Asia tenggara, maka Indonesia muncul sebagai mimpi buruk dari kawasan tersebut

Tapi itu dulu, Sekarang kira melihat kedua negara secara luar biasa berganti peran. Thailand sekarang menjadi runtuh, menderita akibat krisis konstitusional, aturan darurat yang diberlakukannya dan menjadi pukulan bagi semua investor.

Bangkok Post mengatakan bulan lalu ; “ Bagaimana bisa Lumbung beras Asia, tempat transit, perdagangan, Macan Asia dan “Amazing Thailand” (Thailand yang luar biasa) sesuai dengan slogan pariwisata kita…bisa berubah menjadi sebuah Negara yang gagal?”

Indonesia, di sisi lain, berubah menjadi Negara yang stabil dan toleran dalam kepemimpinan yang bersih dan dewasa, dan memiliki prospek untuk tumbuh lebih baik dibanding semua Negara di kawasan tersebut. Pemerintah Amerika Serikat menganggap Indonesia untuk pertama kalinya sebagai satu-satunya Negara bebas dan demokratis di kawasan Asia tenggarra


Andrew MacIntyre dan Douglas Ramage mengatakan dalam makalahnya untuk Australian Strategic Policy Institute: " Indonesia di tahun 2008 adalah sebuah Negara yang stabil, demokratis, dengan system pemerintahan desentralisasi, negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dibawah kepemimpinan yang nasional yang kompeten, dan memiliki peran yang cukup penting di komunitas internasional maupun regional."

Sementara Indonesia semakin cemerlang dengan keberhasilan mereka menjadi tuan rumah perwakilan 189 negara di dunia dalam konferensi perubahan Iklim di Bali, Desember 2007, Thailand di sisi lain harus dipermalukan bulan lalu ketika Thailand harus memulangkan 16 pemimpin Negara dalam pertemuan ASEAN Summit .

Tentara Thailand tidak kuasa lagi dalam membendung para pemprotes berbaju merah di Pattaya, pemimpin China dan Jepang terpaksa harus dievakuasi dengan helicopter, sedangkan pesawat pemimpin lain terpaksa harus berbalik arah di tengah perjalanan menuju Thailand. Hal ini sangat memalukan dan menurunkan kredibilitas Thailand, yang tidak mampu menjadi tuan rumah sebuah pertemuan regional , dan tidak bisa melindungi pemimpin dunia bahkan di tanah airnya sendiri.

Kemudian mari kita lihat titik yang sama pada minggu lalu.

Ketika 20.000 ribu pemprotes berbaju merah memboikot jalan di Bangkok untuk berdemonstrasi secara anarkis melawan pemerintahan Thailand yang tidak dipilih secara demokratis tersebut, Indonesia malah sedang mengumumkan hasil Pemilu legislatifnya yang berjalan dengan relatif aman dan damai.

Apa yang terjadi, Bagaimana bisa 2 negara kunci di Asia tenggara ini berganti tempat secara dramatis?

Kondisi Thailand berubah ketika terjadi kudeta pemerintahan untuk menjatuhkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, yang pertama kali dipilih di tahun 2001 dan kembali terpilih pada tahun 2005

Thaksin yang merupakan pelaku bisnis sekaligus milyuner ini memiliki 2 kubu yang pro dan kontra dengan dirinya. Dia sangat popular di kalangan rakyat kecil dan kaum pekerja, tapi sayangnya sangat ditentang oleh kaum urban dan militer.

Keputusan untuk mengirim tentara untuk menjatuhkan dia datang dari pihak kerajaan.
Terakhir kali Raja mengintervensi di dunia politik adalah untuk mengakhiri krisis konstitusional yang terjadi di Thailand, sekarang malah Raja yang memprovokasinya.

Pihak militer dan kerajaan mebuat rezim baru yang tidak demokratis di Negara tersebut, tetapi berjanji untuk mengadakan pemilu di waktu yang akan datang. Tapi pendukung Thaksin berusaha untuk membuat perang sipil yang tidak berkesudahan yang mencerminkan ketidakpatuhan. Thaksin sendiri, yang didakwa melakukan tindak korupsi, memimpin perlawanan terhadap pemerintah dari luar negeri. Analis asal Thailand berkata sangat sulit untuk melihat resolusi apapun mengenai Thailand. Dua kubu yang berlawanan sama2 memiliki kedudukan yang kuat, dan Pemilu sepertinya tidak akan memecahkan masalah tersebut, mereka berkata.

Indonesia di sisi lain mengganti kepemimpinannya secara demokratis dengan memilih Susilo Bambang Yudhoyono, lebih dikenal di Indonesia sebagai SBY. Mantan Jenderal ini terbukti cukup bijaksana dan popular sejak mengambil kekuasaan di tahun 2004. Dia pro-bisnis dan pro barat, dan juga anti terhadap terorisme dan korupsi. Bahkan, dia memasukan besannya sendiri ke penjara karena terlibat kasus korupsi.

Partai Politik Islam di Indonesia tetap moderat, tidak menjadi radikal

Indonesia sekarang memiliki pers yang bebas serta pengadilan hukum yang berkembang. Demokrasi menjadi lebih solid,umum dan para Kompetitor bertanding untuk mendapatkan kekuasaan dengan menggunakan kotak suara, bukan di jalan. SBY sepertinya merupakan salah satu presiden favorit untuk pemilhan presiden bulan Juli mendatang, jika dia diperbolehkan untuk menjadi calon.

Kawasan Asia tenggara kali menderita krisis financial global, Tapi sementara Asian Development Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi Thailand akan jatuh dari 2,6 persen menjadi minus 2 persen tahun ini, Indonesia malah diprediksi terkena dampak krisis global lebih ringan, dengan pertumbuhan ekonomi 6,1 persen menjadi 3,6 persen tahun ini

Perbedaan mendasar antara Thailand dan Indonesia adalah bahwa elit politik Indonesia secara umum menghargai demokrasi yang ada di Indonesia sedangkan di Thailand tidak. Dan sumber utama arogansi anti demokrasi sudah terbukti berasal dari raja Thailand. Jadi bisa diambil kesimpulan, bahwa Indonesia bangkit menjadi model sebuah Negara, yang membuktikan bahwa Islam dan Demokrasi dapat hidup dan tumbuh secara bersama-sama. Keragaman Indonesia disatukan oleh demokrasi bukan karena ketakutan oleh rezim tertentu.sedangkan Thailand berubah menjadi otokrasi yang menyedihkan. Senyuman Thailand sepertinya berubah menjadi sebuah seringai.

Peter Hartcher is the Herald's international editor.

1 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

PERADILAN INDONESIA: PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap Rp.5,4 jt. (menggunakan uang klaim asuransi milik konsumen) di Polda Jateng
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Maka benarlah statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK). Ini adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen Indonesia yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Sudah tibakah saatnya???

David
HP. (0274)9345675

Posting Komentar