Membangun kembali ASEAN: tantangan yang dihadapi di abad 21



Sumber disini
Sudah dialihbahasakan ke bahasa Indonesia dari artikel aslinya yang berbahasa Inggris


10 tahun yang lalu, Asia tenggara masih berkutat dengan Krisis Finansial Asia yang menerpa pada tahun 1997, jutaan orang tiba-tiba saja jatuh miskin. Presiden Soeharto dipaksa turun dari jabatannya, dan ekonomi ASEAN diambang kehancuran. Keajaiban Asia timur tiba-tiba saja hilang, penghormatan kepada Asia menjadi hilang, ASEAN diremehkan dan reputasi ASEAN sebagai salah satu organisasi regional yang patut diperhitungkan, tiba-tiba saja menjadi sirna.

Ada banyak ketegangan bilateral antar Negara ASEAN, Singapura dengan Malaysia, Singapura dengan Indonesia, begitu juga Indonesia dan Malaysia. Indonesia yang dulunya dianggap sebagai pemimpin Negara anggota-anggota ASEAN, masih berkutat dengan revolusi politiknya, Masa depan Indonesia tidak menentu, baik sebagai bangsa maupun Negara. Berbagai pertanyaan bermunculan, bagaimana nasib ASEAN tanpa adanya Soeharto.

Masa itu juga dianggap sebagai masa dimana ancaman transnasional bermunculan yang menjadi tantangan bagi Asia tenggara. Disamping krisis ekonomi yang belum juga selesai, masih ada terror bom Bali di tahun 2002 dan 2003. Pandemik SARS tahun 2003, dan Tsunami tahun 2004. Inilah tantangan yang dihadapi ASEAN tanpa memandang batas Negara.

10 tahun sudah berlalu, dan sekarang sudah memasuki tahun 2009. Sudah banyak terjadi perubahan, tapi beberapa masih tetap berlanjut. Sekarang adalah masa krisis financial global (bukan regional), Kita tidak bisa menyalahkan ASEAN atas krisis ini, tapi kesalahan harus kita berikan kepada Negara-negara barat, khususnya Amerika Serikat.

Dalam masa ini, Indonesia tidak hanya menjadi satu-satunya Negara yang selamat dari kehancuran ekonomi global, tetapi juga berhasil membuktikan bahwa Indonesia memiliki system demokrasi yang kuat dan stabil. Indonesia bukan lagi hanya sebuah “Negara yang menunggu”, tetapi sudah dianggap sebagai “Negara yang berhasil mencapai sesuatu”

ASEAN di satu sisi sisi sedang mengarah ke arah rekontruksi,ASEAN sedang berusaha untuk mewujudkan ASEAN Community 2015 yang berdasarkan atas 3 pilar (ASEAN Economic Community, ASEAN Political-Security Community, and ASEAN Socio-Cultural Community). ASEAN sedang berusaha mengadopsi sebuah piagam yang disepakati tahun 2007 silam. Jakarta Masih menjadi salah satu pengikat tali ASEAN. Banyak kekuatan luar sekarang sedang berusaha untuk menanyakan konsistensi ASEAN.

Kalau begitu, Kenapa masih cemas akan nasib ASEAN?

Walaupun sudah banyak terjadi perubahan kearah yang positif sejak tahun 1999, ASEAN masih harus menghadapi banyak tantangan, dan beberapa masalah masih tetap mengganggu. Izinkanlah saya mengidentifikasikan beberapa masalah tesebut, baik dalam level global maupun regional.

Salah satunya adalah kebangkitan India dan China yang tidak bisa dielakkan lagi, sebuah kenyataan yang tidak bisa diprediksi pada tahun 1999. ASEAN adalah sebuah kelompok Negara-negara yang sedang berkembang yang secara regional bisa bersatu dan membentuk sebuah kekuatan baru ketika China ataupun India suatu saat mengalami keruntuhan. Ketika kedua Negara ini, yang secara historis mampu membetuk takdir ASEAN, menekankan kembali akan kekuatan mereka, Apa yang akan menjadi takdir ASEAN berikutnya?

Yang lebih penting adalah penurunan dominasi AS di dunia. Tahun 1999 masih merupakan masa-masa yang disebut “masa unipolar”. Masa dimana 9/11 dan Invasi Iraq belum terjadi. Krisis ekonomi AS yang akhirnya membuat ekonomi hampir semua Negara kolaps, belum terjadi. AS bukanlah yang menciptakan ASEAN, tapi saya yakin AS sudah menyiapkan sebuah strategi untuk menhadapi pertumbuhan ASEAN. Sekarang yang harus dipikirkan, Bagaimana nasib ASEAN di masa yang disebut sebagai masa post-Amerika???

Sekarang tahun 2009.Dunia sekarang sedang mengalami perubahan struktur, G-8 sekarang sedang menghadapi tantangan akan adanya formulasi Negara-negara baru, G-20,G-5,G-2, tetapi tidak G-1. Di masa depan, dunia akan digambarkan sebagai “multipolar”, “non-polar”, “post-American” “apolar”, tapi tidak ada satupun perjanjian bagaimana Negara-negara tersebut bergabung.

Pada level regional, tantangan yang dimiliki ASEAN antara lain adalah situasi politik di Myanmar yang sampai sekarang belum terpecahkan, ketegangan bilateral antara Thailand dan Kamboja mengenai komplek Kuil Preah Vihar, dan ketegangan Indonesia-Malaysia mengenai Ambalat.

Selain itu, masalah lainnya adalah instabilitas nasional di beberapa Negara ASEAN. Sementara Indonesia bisa bernafas lega karena kestabilan politiknya, Thailand dan Negara pendiri ASEAN lainnya tidak. Masih ada tanda Tanya akan kestabilan politik dan suksesi di Filipina, Malaysia dan Singapura.

Ditambah lagi, masih ada isu transnegara lainnya seperti, krisis financial Global, pandemic virus flu H1N1, Badai nargis yang memporak-porandakan Myanmar di tahun 2008. Siapa yang tahu hal apa yang akan menimpa berikutnya. Jadi bisa kita ambil kesimpulan bahwa, Walaupun ASEAN berhasil selamat dari krisis financial tahun 1997 dan terus maju bergerak ke depan, proses ini tidak bisa kita anggap sebagai sebuah pemberian. Masih ada awan kelabu yang menyelimuti ASEAN.

ASEAN harus melakukan 2 hal untuk tetap relevan sebagai sebuah organisasi regional. Pertama, Negara ASEAN harus berjajni untuk mengimplemetasikan semua rencana ASEAN community. Rencana ASEAN community 2015 dan ASEAN charter berisi banyak ide-ide luar biasa, Tapi ide sama sekali tidak berguna juka tidak diiplementasikan. ASIA seharusnya meningkatkan kepatuhan semua Negara anggotanya untuk selalu memattuhi aturan dan mekanisme yang berlaku.

Kedua, ASEAN harus membuat usaha usaha terbaru untuk menghadapi tantangan yang sedang dihadapi. Kita hidup di era pembangunan dan perkembangan yang cepat dan tanpa kita sangka-sangka. ASEAN harusnya menangkap momen yang tepat atau jika, tidak akan hilang begitu saja, dan organisasi regional lainnya akan mengambil kesempatan tersebut.

Siapa tahu, Indonesia mungkin saja bosan dan kecewa akan Negara-negara ASEAN dan akhirnya mencampakkan ASEAN-10 dan beralih ke G-20, sebuah kelompok Negara-negara ekonomi yang pertumbuhan ekonominya tumbuh sangat pesat, yang Indonesia termasuk di dalamnya?? Kesimpulannya, ASEAN harus mengatur agar kesatuan atar Negara-negara ASEAN harus terus dijaga dalam rangka menghadapi kekuatan-kekuatan besar lainnya.

Amitav Acharya , Jakarta Post
Penulis adalah Professor ilmu Hubungan Internasional di Universitas Washington,AS. Artikel ini diambil dari pidatonya pada inagurasi ASEAN Secretariat Policy Forum, yang diadakan pada tanggal 4 Juli 2009 di Jakarta, dimana Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan juga meluncurkan buku edisi keduanya: Constructing a Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order (Routledge, 2001, 2009).

0 komentar:

Posting Komentar